NCE (Nyanggring Culture Education) sebagai Strategi dalam Pengembangan Budaya Lokal Desa Tlemang Kecamatan Ngimbang Kabupaten Lamongan
Yeni Puspitasari
Program Studi S1 Ilmu Administrasi Negara, Fakultas Ilmu Sosial dan Hukum, Universitas Negeri Surabaya
Eni Febrianti dan Hafids Haryonno
Program Studi S1 Ilmu Administrasi Negara, Fakultas Ilmu Sosial dan Hukum, Universitas Negeri Surabaya
enifebrianti79@gmail.com , havids.haryono@gmail.com
Abstrak
Ritual Nyanggring merupakan salah satu kebudayaan yang terdapat di Desa Tlemang, Kecamatan Ngimbang, Kabupaten Lamongan. Ritual yang dilaksanakan pada 24 sampai 27 Djumadil Awal (Kalender Jawa) setiap tahunnya. Kebudayaan yang masih tetap dilestarikan menjadi potensi tersendiri dari kebudayaan ritual Nyanggring untuk dapat dieksplor ke wilayah publik yang lebih luas. Namun, terdapat suatu permasalahan yaitu keterbatasan masyarakat dalam mengetahui potensi budaya yang dimiliki sehingga berdampak pada kemampuan mengenalkan atau mengeksplor budaya Nyanggring ke ranah publik yang lebih luas. Hal ini terlihat dengan adanya sebuah anggapan bahwa ritual tersebut hanya dianggap sebagai acara tahunan belaka, tanpa mengetahui potensi yang dimiliki dari budaya itu sendiri serta keunikan yang dimilki dalam setiap prosesi ritual Nyanggring. Secara tidak langsung ini mampu mempengaruhi pola pikir untuk tetap mengembangkan potensi budaya. Berdasarkan permasalahan tersebut maka peneliti akan berfokus pada kajian pengembangan budaya ritual Nyanggring melalui culture education (pendidikan budaya). Tujuan penelitian ini adalah untuk mengeksplor tradisi kebudayaan Nyanggring melalui sebuah strategi yang bernama NCE (Nyanggring Culture Education). Metode penelitian ini adalah deskriptif yang bertujuan untuk memperoleh pengertian secara sistematis dan koheren dari pemikiran yang telah ditelaah dengan metode kualitatif yang dapat memberikan gambaran secara utuh dan menyeluruh tentang topik penelitian. Teknik pengumpulan data penelitian ini menggunakan teknik pengumpulan data primer dan data sekunder, setelah data terkumpul maka dilakukan analisis yaitu analisis SWOT. Adanya penelitian ini diharapakan mampu mengembangkan budaya dengan meningkatkan eksplorasi potensi kebudayaan Nyanggring ke ranah publik melalui NCE (Nyanggring Culture Educatioin) yang bekerjasama dengan masyarakat, Pemerintah Desa Tlemang dan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Lamongan.
Kata Kunci: Culture Education, Nilai Filosofis, Ritual Nyanggring
Abstract
The Nyanggring ritual is one of the cultures found in Tlemang Village, Ngimbang District, Lamongan Regency. The ritual is held on 24 to 27 Djumadil Awal (Javanese Calendar) every year. The culture that is still preserved is a distinct potential of the Nyanggring ritual culture to be explored in a wider public area. However, there is a problem, namely the limitation of the community in knowing the cultural potential that is owned so that it has an impact on the ability to introduce or explore Nyanggring culture in the wider public sphere. This can be seen from the assumption that the ritual is only considered an annual event, without knowing the potential of the culture itself and the uniqueness that is owned in each Nyanggring ritual procession. Indirectly, this is able to influence the mindset to continue to develop cultural potential. Based on these problems, the researcher will focus on the study of the development of the Nyanggring ritual culture through culture education. The purpose of this study was to explore the Nyanggring cultural tradition through a strategy called NCE (Nyanggring Culture Education). This research method is descriptive which aims to obtain a systematic and coherent understanding of the thoughts that have been studied with qualitative methods which can provide a complete and comprehensive picture of the research topic. The data collection technique of this research uses primary data collection techniques and secondary data, after the data is collected, an analysis is carried out, namely a SWOT analysis. The existence of this research is expected to be able to develop culture by increasing the exploration of the potential of Nyanggring culture in the public domain through NCE (Nyanggring Culture Educatioin) in collaboration with the community, the Tlemang Village Government and the Lamongan Regency Tourism and Culture Office.
Keywords: Culture Education, Philosophical Values, Nyanggring Ritual
PENDAHULUAN
Setiap negara di belahan dunia memiliki sebuah ragam budaya yang menjadikan ciri khas negara tersebut dari negara lain. Indonesia adalah bangsa dengan keragaman budaya yang berporos pada setiap suku-suku yang mendiami wilayah Nusantara. Keragaman atau culture diversity dan perbedaan kebudayaan tersebut merupakan sebuah keniscayaan yang selalu ada dalam kehidupan masyarakat di seluruh dunia, salah satunya yaitu Indonesia. Dimana dapat dimaksudkan bahwa kebudayaan memiliki arti luas yang melibatkan pikiran, karsa dan hasil karya manusia yang tidak berakar pada nalurinya sehingga dapat dicetuskan oleh manusia setelah mengalami proses beajar. Konsep tersebut menyangkut hampir seluruh kegiatan manusia di dalam mengarungi kehidupannya (Koetjaningrat, 2004). Bentuk keragaman budaya seperti bahasa, tari-tarian, upacara adat dan lagu-lagu daerah, (Hasan,2018).
Para ahli kebudayaan memandang tidak mudah menentukan apa yang disebut kebudayaan Indonesia, antara lain dengan melihat kondisi masyarakat yang majemuk. Namun secara garis besar, setidak-tidaknya terdapat 3 (tiga) macam kebudayaan, atau sub-kebudayaan, dalam masyarakat Indonesia, yakni (1) Kebudayaan Nasional Indonesia yang berlandaskan Pancasila dan UUD 45; (2) Kebudayaan suku-suku bangsa; (3) Kebudayaan umum lokal sebagai wadah yang mengakomodasi lestarinya perbedaan-perbedaan identitas suku bangsa serta masyarakat-masyarakat yang saling berbeda kebudayaannya yang hidup dalam satu wilayah, misalnya pasar atau kota (Melalatoa, 1997: 6).
Salah satu bentuk kebudayaan umum lokal yang ada di Indonesia adalah kebudayaan Nyanggring. Kebudayaan tersebut merupakan sebuah kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat Desa Tlemang Kecamatan Ngimbang Kabupaten Lamongan. Ritual tersebut dilaksanakan setiap satu tahun sekali tepatnya pada 24-27 Djumadil Awal (tanggalan Jawa). Ritual ini dilakukan sebagai bentuk rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan kenikmatan berupa hasil penen bumi dan keselamatan kepada masyarakat Desa Tlemang, serta bentuk penghormatan kepada lingkungan karena telah memberikan hasil bumi untuk keberlangsungan hidup masyarakat Desa Tlemang, (Ludfidianto, 2016). Kebudayaan Nyanggring dilaksanakan selama empat hari empat malam dengan rangkaian acara yang berbeda-beda sampai pada puncak acara yaitu memasak sayur Sanggring. Hari pertama yaitu “kedhuk sendhang lanang sendhang wedok”, hari kedua yaitu membersihkan makam Ki Buyut Terik. Hari ketiga yaitu pertunjukkan seni Sandur dan hari terakhir merupakan puncak acara yaitu memasakan sayur Sanggring. Terdapat sebuah keunikan tersendiri dari ritual Nyanggring yaitu orang yang diperbolehkan memasak sayur Sanggring hanya orang laki-laki. Hal ini disebabkan karena sayur Sanggring merupakan sayur yang benar-benar suci dan hanya boleh dimasak orang-orang yang tidak punya hadast yaitu orang laki-laki, (hasil wawancara dengan Mbah Solikin, 2020).
Meskipun ritual Nyanggring selalu diperingati setiap tahunnya, namun masyarakat hanya memiliki anggapan atau memandang bahwa ritual Nyanggring merupakan acara tahunan belaka. Padahal ritual Nyanggring memiliki potensi untuk dikembangkan dan dieksplor ke ranah publik yang lebih luas. Hal ini dapat dikatakan demikian karena banyak kajian yang mengungkap akan keunikan dari setiap rangkaian ritual Nyanggring ini. Adanya pandangan tersebut mampu mempengaruhi pola pikir masyarakat serta Pemerintah dalam mengembangkan potensi kebudayaan yang dimiliki. Ritual Nyanggring pernah dikaji dalam berbagai fokus kajian, diantaranya kajian yang dilakukan oleh Ludfidianto (2016) yang mengkaji tentang sejarah ritual Nyanggring yang berkaitan dengan berdirinya Desa Tlemang. Selain itu Nyanggring juga pernah dilihat dalam perspektif yang berbeda yaitu aspek makna dari ritual Nyanggring. Sebagaimana penelitian yang dilakukan oleh Wijayanto (2013), penelitian ini mengungkap makna upacara mendhak Nyanggring dalam aspek religi, sosial, politik dan ekonomi. Menurutnya ritual Nyanggring dapat digunakan sebagai media untuk meningkatkan kebersamaan, solidaritas dan lebih mendekatkan pada Yang Maha Kuasa.
Berdasarkan kajian di atas, dapat dikatakan bahwa budaya memiliki nilai yang tinggi tidak harus selalu dikaitkan hubungannya dengan cita rasa seni tertentu. Tinggi rendahnya kebudayaan seringkali dibuktikan dengan bagaimana suatu daerah tersebut mampu mengeksplorasi kebudayaan yang dimilikinya dalam ranah publik. Seperti halnya, ketertinggalan serta pengenalan potensi budaya dikaitkan dengan kurangnya kecepatan dalam merespons perubahan. Di sinilah dikatakan bahwa pemaknaan akan kebudayaan itu harus dilakukan dengan suatu strategi.
Berangkat dari hal tersebut di atas tentang lemahnya pengenalan kebudayaan Nyanggring pada masyarakat Kabupaten Lamongan, peneliti menyadari bahwa untuk mengatasi hal tersebut diperlukan sebuah strategi yang mampu membantu eksplorasi kebudayaan di Indonesia khususnya untuk masyarakat Kabupaten Lamongan itu sendiri. Dilihat bahwa kebudayaan Nyanggring sebenarnya memiliki potensi untuk disebarluaskan dalam ranah publik namun, pihak masyarakat memiliki keterbatasan wawasan dalam mengeksplorasi kebudayaan tersebut. Peneliti bersama Pemerintah Desa Tlemang Kabupaten Lamongan dan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Lamongan berkolaborasi dalam penyusunan sebuah strategi kebijakan dalam bentuk Nyanggring Culture Education (NCE). Diharapkan melalui strategi kebijakan tersebut, kebudayaan Nyanggring bisa lebih dikenal, dipahami, dijaga dan dilestarikan oleh masyarakat Kabupaten Lamongan pada khususnya dan seluruh warga Negara Indonesia pada umumnya.
Berdasarkan latar belakang di atas, dapat dirumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut: 1) Bagaimana potensi kebudayaan Nyanggring di Desa Tlemang, Kecamatan Ngimbang Kabupaten Lamongan?; 2) Bagaimana bentuk strategi melalui Nyanggring Culture Education (NCE) dalam rangka mengembangkan kebudayaan Nyanggring di ranah publik?
Berdasarkan rumusan masalah tersebut di atas penelitian ini memiliki beberapa tujuan antara lain: 1) Mendeskripsikan potensi kebudayaan Nyanggring di Desa Tlemang Kecamatan Ngimbang Kabupaten Lamongan; 2) Mendeskripsikan strategi melalui Nyanggring Culture Education (NCE) dalam rangka mengembangkan kebudayaan Nyanggring di ranah publik.
Penelitian ini penting dilakukan untuk mengetahui potensi yang ada dalam kebudayaan Nyanggring Lamongan serta mendeskripsikan strategi dalam mengembangkan kebudayaan tersebut melalui Nyanggring Culture Education (NCE) .
Adapun manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini sebagai berikut: 1) Secara teoritis, penelitian ini diharapkan mampu memperkaya kajian tentang potensikebudayaan; 2) Secara praktis, penelitian ini diharapkan mampu menunjukkan kepada masyarakat luas tentang perlunya meningkatkan kesadaran dan mempromosikan ke ranah publik sebagai kekayaan budaya dalam rangka menjaga kearifan lokal.
METODE
Penelitian ini memakai pendekatan kualitatif. Penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan dan lain sebagainya secara holistik, dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah. (Lexy, 2014).
Pola pikir dalam penelitian kualitatif adalah pola pikir induktif. Pola pikir induktif merupakan suatu cara berfikir dengan mendasarkan pada pengalaman- pengalaman yang diulang-ulang, atau suatu cara atau jalan yang dipakai untuk mendapatkan ilmu pengetahuan alamiah dengan bertitik tolak dari pengamatan atas hal-hal atau masalah yang bersifat umum. (Rahman, 2007).
Data yang akan dihasilkan adalah deskriptif. Menurut Whitney, metode deskriptif adalah pencarian fakta dengan interpretasi yang tepat. Selanjutnya Moh. Nasir menerangkan bahwa penelitian deskriptif mempelajari masalah-masalah dalam masyarakat, serta tata cara berlaku dalam masyarakat serta situasi-situasi tertentu, termasuk tentang hubungan kegiatan-kegiatan, sikap-sikap, pandangan-pandangan, serta proses yang sedang berlangsung dan pengaruh suatu fenomena. (Soejono,2005).
Peneliti menggunakan pendekatan kualitatif oleh karena itu berusaha untuk menggali sumber data dengan lebih mendalam kepada pihak-pihak yang berkaitan dengan ritual Nyanggring ini seperti sesepuh desa, kepala desa, warga desa, serta Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Lamongan.
Penelitian ini bersifat deskriptif yang bertujuan untuk memperoleh pengertian sistematis dan koheren dari pemikiran yang ditelaah dengan metode kualitatif yang dapat memberikan gambaran secara utuh dan menyeluruh tentang topik penelitian. Proses penelitian kualitatif mencakup membuat pertanyaan penelitian dan prosedur yang masih bersifat sementara, mengumpulkan data partisipan, analisis data secara induktif, membangun data yang parsial ke dalam tema dan selanjutnya memberikan interpretasi terhadap makna suatu data.
Penelitian mengenai ritual Nyanggring akan dilakukan Desa Tlemang Kecamatan Ngimbang Kabupaten Lamongan serta di Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Lamongan. Desa ini dipilih karena ritual tersebut saat ini hanya dilakukan di desa tersebut dan secara konsisten merayakan ritual Nyanggring dari tahun ke tahun dan Disparbud Kabupaten Lamongan dipilih untuk dapat menjalin kerjasama terkait pengembangan ide dan gaagsan NCE sendiri. Penelitian ini akan berlangsung selama 3 bulan.
Subjek dalam penelitian ini adalah tokoh adat, tokoh masyarakat, pelaku ritual Nyanggring dan Pemerintah Desa Tlemang serta Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Lamongan. Subjek dipilih karena sebagai informan kunci dan mengetahui secara mendalam tentang aspek potensi dari ritual Nyanggring. Selain itu, subjek juga sebagai pelaku yang terlibat langsung dalam ritual Nyanggring tersebut dan sebagai media untuk mengembangkan potensi dari ritual Nyanggring itu sendiri.
Dalam mempermudah dan memperjelas pemahaman terhadap konsep-konsep penting yang digunakan dalam penelitian ini, maka dikemukakan Fokus Penelitian yaitu analisa dalam pengembangan strategi berdasarkan dimensi-dimensi strategi yang digunakan yaitu Tujuan, Kebijakan, dan Program (Asriandy, 2016) :
- Tujuan
Tujuan yang dimaksud adalah hasil yang ingin dicapai masyarakat, Pemerintah Desa Tlemang dan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Lamongan terhadap pengembangan budaya melalui NCE (Nyanggring Culture Education).
- Kebijakan
Kebijakan yang dimaksud adalah rangkaian keputusan yang membimbing dan membatasi tindakan yang dilakukan oleh masyarakat, Pemerintah Desa Tlemang dan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Lamongan dalam melakukan strategi pengembangan budaya melalui NCE (Nyanggring Culture Education).
- Program
Program yang dimaksud adalah berupa urutan-urutan tindakan yang dilakukan oleh masyarakat, Pemerintah Desa Tlemang dan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Lamongan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan yaitu keberhasilan dalam pengembangan budaya melalui NCE (Nyanggring Culture Education) melalui kerjasama dengan Pemerintah desa Tlemang dan Disparbud Kabupaten Lamongan untuk mengeksplorasi potensi budaya Nyanggring akan menggunakan tiga unsur penting tersebut. Sehingga NCE nantinya akan menjadi strategi yang tepat dalam mengenalkan kebudayaan Nyanggring pada masyarakat umum.
Secara garis besar, pengumpulan data pada penelitian ini dilakukan melalui dua cara yaitu penggalian data primer dan data sekunder. Penggalian data primer dilakukan melalui cara In-Depth Intervview (Wawancara Mendalam) . Melalui teknik ini, terlebih dahulu melakukan getting in dengan berinteraksi bersama informan. Setelah getting in berhasil kemudian melakukan wawancara secara intensif berdasarkan pedoman wawancara yang telah dirancang sebelumnya untuk mendapatkan data atau informasi tentang potensi yang terkandung dalam ritual Nyanggring. Jenis pertanyaan yang terangkum dalam pedoman wawancara adalah pertanyaan terbuka yang dapat memberikan kesempatan kepada informan untuk memberikan jawaban secara bebas. Wawancara mendalam dijadikan sebagai bahan untuk memproduksi film dokumenter.
Penggalian data sekunder diperoleh dari studi pustaka atau studi literatur yang dilakukan untuk mencari dan mendapatkan data yang bersifat teoritis dan berhubungan dengan penelitian yang sedang dilakukan. Pengumpulan data kepustakaan dilakukan terhadap data dan informasi dalam bentuk buku, laporan dengan memanfaatkan buku referensi dan artikel hasil penelitian yang berhubungan dengan penelitian. Data sekunder dibutuhkan untuk membangun konstruksi awal penelitian yang selanjutnya diperlukan untuk membantu interpretasi agar diperoleh pemahaman yang komprehensif dan mendalam.
Data yang diperoleh kemudian dianalisis menggunakan analisis SWOT. Analisis SWOT adalah analisis yang digunakan untuk merumuskan suatu strategi atas identifikasi berbagai faktor berdasarkan pengetahuan dan pemahaman peneliti. Data yang diperoleh sebelumnya dimasukkan ke dalam matrik EFAS (Eksternal Strategic Factor Analisis Summary) dan IFAS (Internal Strategic Factor Analisis Summary). Kemudian penyusunan matrik faktor strategi Internal dan Eksternal. Matrik faktor internal digunakan untuk mengetahui faktor-faktor yang mendukung tradisi ritual Naynggring berpotensi untuk dikembangkan melalui NCE (Nyangring Culture Education). Matrik faktor eksternal untuk mengetahui faktor-faktor peluang dan ancaman yang akan dihadapi. Hasil yang didapat dimasukkan dalam model kualitatif dengan menggunakan matrik SWOT untuk merumuskan strategi pengembangan budaya secara deskriptif.
Teknik pemeriksaan keabsahan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah triangulasi. Triangulasi meliputi triangulasi sumber data, triangulasi teknik pengumpulan data, dan triangulasi waktu pengumpulan data (Sugiyono, 2011). Triangulasi sumber data dilakukan dengan cross-check data yang diperoleh dari satu informan dengan data yang diperoleh dari informan lain. Triangulasi teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara menggunakan beberapa metode dalam pengumpulan data, antara lain wawancara mendalam dan data sekunder. Triangulasi waktu pengumpulan data dilakukan dengan wawancara mendalam beberapa kali.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Potensi Kebudayaan Nyanggring di Desa Tlemang, Kecamatan Ngimbang Kabupaten Lamongan
Kebudayaan Nyanggring merupakan sebuah kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat Desa Tlemang. Kebudayaan yang memiliki potensi sangat besar untuk dapat dieksplor ke ranah publik yang lebih luas. Hal ini karena keunikan yang dimiliki dari setiap rangkaian acaranya dan tingkat solidaritas masyarakat Desa Tlemang yang kuat dalam mempertahankan warisan kebudayaan. Berdasarkan (hasil wawancara dengan tokoh adat Desa Tlemang mbah Mujiono dan mbah Paepan, 2020) mengatakan bahwa “Nyanggring atau upacara mendhak merupakan sebuah kebudayaan yang sangat sakral karena di setiap rangkaian acaranya penuh dengan makna atau nilai-nilai filosofis. Kebudayaan Nyanggring menjadi sebuah kepercayaan tersendiri bagi masyarakat Desa Tlemang karena adanya peringatan upacara Nyanggring sebagai wujud ungkapan rasa syukur kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, melindungi, memberkahi masyarakat Desa Tlemang dan sebagai bentuk penghormatan kepada alam karena telah melimpahkan hasil bumi untuk keberlangsungan hidup masyarakat Desa Tlemang serta sebagai penolak balak atau penyakit. Adanya kepercayaan tersebut maka kebudayaan ini selalu diperingati setiap tahun tepatnya pada tangal 24-27 Djumadil Awal (tanggalan Jawa). ”
Kebudayaan Nyanggring memiliki nilai-nilai filosofis penuh makna, (Aprilia Indah Yani, 2017), serta adanya keunikan tersendiri dalam kegiatan memasak sayur sanggring yaitu hanya boleh dilakukan oleh kaum laki-laki saja di mana mereka dan masyarakat lainnya sangat berantusias untuk menyukseskan terselenggaranya kebudayaan ini. Di sisi lain, kebudayaan ini dilakukan pada setiap tahunnya agar warisan budaya tetap lestari dan tidak tergerus oleh perkembangan zaman semakin modern. Hal ini yang menjadi potensi terbesar yang dimiliki oleh kebudayaan Nyanggring untuk dieksplor ke ranah publik yang lebih luas dan dapat dijadikan peluang tersendiri oleh Pemerintah Desa Tlemang dan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Lamongan dalam mendongkrak Pendapatan Asli Daerah (PAD). Berdasarkan (hasil wawancara dengan pak Sariono, selaku Kepala Seksi Nilai Tradisi dan Budaya, 2020) mengatakan bahwa “Kebudayaan Nyanggring memiliki potensi sangat besar untuk bisa dikembangkan menjadi wisata berbasis budaya. Potensi yang dimaksud yaitu kondisi wilayah yang sangat mendukung untuk dijadikan sebagai tempat pengembangan budaya dan pengembangan wisata budaya, antusias warganya sangat tinggi dalam melaksanakan rangkaian upacara Nyanggring serta masih tetap semangat dan kokoh dalam mempertahankan warisan budaya peninggalan nenek moyang di tengah era modernisasi ini. Maka hal tersebut sangat berpotensi sekali untuk dikembangkan dan dieksplor ke wilayah publik yang lebih luas serta mampu dijadikan contoh oleh kebudayaan-kebudayaan lain.”
Rangkaian acara yang dilakukan selama empat hari empat malam dengan kegiatan acara yang berbeda menjadi daya tarik tersendiri bagi masyarakat untuk dapat menikmati rangkaian acaranya, (Ludfidianto, 2016). Kegiatan pertama yaitu “Keduk Sendhang Lanang dan Sendhang Wedhok”. Kegiatan ini merupakan kegiatan membersihkan sumber mata air yang menjadi sumber air untuk kehidupan masyarakat Desa Tlemang. Hal inilah yang menjadi potensi tersendiri karena kegiatan bersih-bersih sendhang ini sebagai bentuk penghormatan kepada lingkungan yang telah memberikan hasil alamnya kepada masyarakat Desa Tlemang untuk tetap menjalankan keberlangsungan hidup. Hari kedua yaitu membersihkan makam Ki Buyut Terik. Ki Buyut Terik merupakan nenek moyang di Desa Tlemang yang mana beliau merupakan seseorang yang membubak atau membabad adanya sebuah desa yaitu Desa Tlemang serta menjadi pengayom masyarakat dan menyembuhkan penyakit semua masyarakat dengan selametan sayur Sanggring. Hari ketiga yaitu pertunjukan Sandur. Sandur merupakan sebuah cerita yang diperankan oleh seseorang yang menceritakan kehidupan perjuangan dalam melindungi dan mengayomi masyarakat. Hal ini seperti yang telah dilakukan oleh Ki Buyut Terik pada masyarakat Desa Tlemang. Hari keempat yaitu adanya upacara Sanggring dan Wayang Krucil yang menceritakan tentang asal muasal penyebaran ajaran agama dan kepercayaan yang sampai pada Desa Tlemang, Ludfidianto (2016).
Bentuk Strategi NCE (Nyanggring Culture Education) Dalam Rangka Mengembangkan Kebudayaan Nyanggring di Ranah Publik
Kebudayaan yang memiliki potensi besar untuk dapat dikembangkan maka dibutuhkan pengembangan budaya dengan bantuan dan dukungan berbagai elemen untuk dapat mengeksplor ke ranah publik. Namun, semua itu dibutuhkan sebuah strategi yang efektif untuk dapat mengimplementasikan dan mampu mencapai suatu tujuan yang diharapkan, (Asriandy, 2016). Dimensi strategi terdapat sebuah dimensi dasar, sifat dan desain strategi formal. Teori tersebut terdapat dalam salah satu strategi yaitu strategi efektif mengandung tiga unsur penting adalah tujuan, kebijakan dan program yang dibuat oleh Pemerintah. Adanya NCE (Nyanggring Culture Education) hadir menggunakan teori dimensi strategi, (Asriandy, 2016) yaitu:
- Tujuan
Adanya NCE (Nyanggring Culture Education) dirancang dan dihadirkan bertujuan untuk membantu Pemerintah Kabupaten Lamongan khususnya pada Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Lamongan dalam mengembangkan potensi kebudayaan lokal serta mengeksplor ke ranah publik yang lebih luas agar kebudayaan yang dimiliki dapat dikenal oleh masyarakat luas, sesuai konsep yang telah dirancang.
- Kebijakan
Kebijakan yang dikonsep oleh NCE (Nyanggring Culture Education) yaitu pengembangan potensi budaya lokal dengan melakukan kerjasama antar berbagai pihak untuk mendukung dan menyukseskan konsep yang dirancang dengan cara melibatkan semua elemen untuk bekerjasama dalam rangka tercapainya tujuan yang dinginkan. Penerapan NCE (Nyanggring Culture Education) dibutuhkan kerjasama antara Pemerintah Desa Tlemang dan dan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupetan Lamongan dalam pengeksploran melalui website dinas tersebut. Hal ini dilakukan dengan cara memperbaiki dan melakukan pembaharuan konsep yang dulunya telah dirancang oleh Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Lamongan dengan pemberian pembaharuan adanya kosnep NCE (Nyanggring Culture Education) yaitu konsep promosi atau ekplorasi melalui pendidikan budaya melalui tulisan-tulisan, artikel, jurnal, video dokumenter dan animasi dengan tujuan lebih menarik minat para pembaca serta kalangan anak-anak dan remaja yang akan menjadi generasi penerus. Kemajuan teknologi ini tidak menuntup kemungkinan untuk menggunakan dan memanfaatkan dengan hal-hal positif yaitu pengembangan daerah.
- Program
Program yang dikembangkan oleh NCE (Nyanggring Culture Education) yaitu adanya tambahan konsep yang dimasukkan dalam website Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Lamongan di mana konsep yang dulunya hanya melakukan promosi melalui publikasi foto-foto serta video dengan penambahan caption, maka dengan adanya NCE ini terdapat pembaharuan konsep yaitu adanya program pendidikan budaya melalui publikasi artikel, jurnal, video dukumenter ataupun animasi yang bertujuan untuk memberikan wawasan serta informasi kepada masyarakat terkait kebudayaan daerah dan dapat dijadikan sebagai ajang promosi yang nantinya dikembangkan menjadi wisata budaya. Hal ini sesuai dengan teori strategi sebagai rencana yaitu membuat sebelum tindakan diterapkan, mengembangkan secara sadar dan sengaja, sebagaimana pemimpin mencoba untuk mengarahkan sesuai tujuan, (Asriandy, 2016).
Teori tersebut diimplementasikan dengan merancang tindakan pendidikan sebagai media sosialisasi berjangka panjang, sehingga penulis berani mengambil program pendidikan yang tidak hanya dilakukan secara formal didalam ruangan namun dapat diimplementasikan melalui beberapa cara dan media. Hal ini dijadikan sebagai pembaharuan tersendiri bagi Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Lamongan untuk meningkatkan ajang promosi wisata di ranah publik yang lebih luas. Selain itu, adanya NCE mampu memberikan peningkatan tersendiri bagi Disparbud karena NCE tidak hanya fokus pada promosi wisata namun juga sebagai ajang edukasi wisata yang dapat berjalan jangka panjang sehingga dapat menopang kuat tingkat sosialisasi dan promosi ke berbagai lapisan masyarakat. Adanya NCE sendiri juga sangat bermanfaat untuk para generasi muda khususnya generasi penerus agar dapat mengetahui sejarah, nilai filosofis dari kebudayaan yang dimiliki daerah setempat sehingga hal ini juga sebagai ajang pelestarian kearifan lokal. Adapun konsep strategi dari NCE (Nyanggring Culture Education) yaitu:
Kebudayaan Nyanggring |
– Potensi
– Ekplorasi – Strategi |
Dinas Kebudayan dan Pariwisata Kab. Lamongan |
Pemerintah Desa Tlemang, Kab. Lamongan |
NCE (Nyangring Culture Education)
|
Penerapan strategi melalui NCE (Nyanggring Culture Education) tentunya memiliki kelebihan dan kekurangan dalam implementaisnya. Maka diperlukanya analisis SWOT mengenai NCE untuk mendukung tercapainya suatu tujuan.
Tabel 5.1 Analisis SWOT
NCE (Nyanggring Culture Education) | |
Strenghts (S) | Weaknesses (W) |
· Sistem promosi melalui website dapat menjangkau seluruh wilayah di Indonesia bahkan dunia dengan mudah, ringan dan biaya yang murah.
· Edukasi sistem sosialisasi berjangka panjang. · Pemberian konsep artikel, jurnal dapat meningkatkan literasi pembaca. · Adanya video dokumenter serta animasi dapat menarik anak-anak serta remaja dalam memahami potensi budaya yang dimiliki. |
· Cukup banyak masyarakat yang masih sangat tradisional atau dengan kata lain masih rendah pengetahuan akan teknologi guna mengakses informasi melalui website.
· Membutuhkan koneksi internet yang stabil. |
Opportunities (O) | Threats (T) |
· Lamongan memiliki potensi kebudayaan yang sangat unik dan mampu dijadikan wisata berbasis budaya yaitu kebudayaan Nyanggring.
· Meningkatkan PAD (Pendapatan Asli Daerah) yang mampu menyejahterahkan masyarakat Kabupaten Lamongan. · Perkembangan teknologi yang semakin pesat. |
· Masyarakat yang masih menutup diri untuk berkembang.
· Adanya potensi bug (error pada sistem website). |
Berdasarkan tabel diatas maka dapat diidentifikasi melalui dua faktor yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor internal bertujuan untuk mengetahui kekuatan dan kelemahan dari penerapan NCE (Nyanggring Culture Education) dan faktor eksternal bertujuan untuk mengetahui peluang dan ancaman dari penerapan NCE (Nyanggring Culture Education). Berikut identifikasi keempat analisis SWOT tersebut:
- Strenghts
Media promosi dan informasi menggunakan website dapat dijangkau masyarakat secara luas, serta penggunaannya yang ringan dan mudah diakses. Adanya pengembangan potensi budaya melalui sistem edukasi atau pembelajaran yang bertujuan untuk mempromosikan atau mengup potensi budaya yang dimiliki untuk bisa dijadikan wisata budaya yang menjadi daya tarik tersendiri bagi masyarakat agar lebih memahami sejarah, filosofi dan keunikan-keunikan yang dimiliki dari budaya tersebut. Mampu mempertahankan kearifan lokal budaya di era modernisasi zaman.
- Weaknesses
Kelemahan-kelemahan yang tertera pada analisis di atas dapat diatasi dengan cara memberikan sosialisasi kepada masyarakat yang dilakukan secara bergantian. Sosialisasi tersebut dihadiri oleh Kepala Desa terkait, pihak Dinas Pariwisata dan Kebudayaan yang bertugas serta masyarakat desa tersebut. Selain itu, sosialisasi juga diberikan kepada sekolah-sekolah di Kabupaten Lamongan karena mengingat NCE merupakan bentuk strategi pengembangan budaya guna mempermudah pengenalan budaya ke ranah publik. Di samping sosialisasi di dalamnya juga terdapat pelatihan-pelatihan secara teknis bagaimana cara mengakses maupun mengunduh artikel, jurnal, ataupun video dokumenter dan animasi yang telah di up oleh tim Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Lamongan. Sedangkan koneksi internet yang kurang stabil dapat diantisipasi dengan mencari tempat yang sekiranya memiliki koneksi internet stabil. Nah, di tempat tersebut masyarakat dapat mengunduh artikel, jurnal atau video yang kemudian dapat dipelajari atau dilihat sepenuhnya dengan lancar meskipun koneksi internet kurang stabil.
- Opportunities
Lamongan memiliki potensi budaya yang sangat tinggi, apabila dapat memanfaatkan peenggunaan teknologi dengan cara mengeksplor potensi kebudayaan melalui berbagai media atau sistem, maka dapat meningkatkan PAD (Pendapatan Asli Daerah) melalui media yang digunakan, karena mampu menyebar luaskan informasi potensi kebudayaan tersebut hingga dikenal publik secara luas.
- Threats
Penggunaan website dalam mengakses informasi terkait, sering terjadi masalah pada sistem sehingga mampu menghambat dalam mengaksesnya.
PENUTUP
Simpulan
NCE (Nyanggring Culture Education) merupakan sebuah strategi yang kami gagas dengan tujuan untuk membantu Pemerintah Kabupaten Lamongan. Khususnya Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Lamongan dan Pemerintah Desa Tlemang dalam mengeksplor potensi kebudayaan Nyanggring agar diketahui oleh publik secara luas melalui sistem edukasi budaya. Sehingga ajang promosi pengembangan kebudayaan bisa dilakukan dengan jangka panjang melalui konten pembelajaran atau edukasi yang dapat diakses oleh masyarakat khususnya generasi muda penerus bangsa melalui website Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Lamongan.
Saran
Adanya pengembangan NCE (Nyanggring Culture Education) dapat menjadi awal percontohan dalam bidang pengembangan budaya di daerah-daerah lainnya. Sehingga warisan kebudayaan tetap lestari di era modernisasi zaman.
DAFTAR PUSTAKA
Abd. Rachaman Assegaf, Desain Riset Sosial-Keagamaan, (Yogyakarta: Gama media, 2007), hal. 89.
Asriandy, Ian. 2016. Strategi Pengembangan Obyek Wisata Air Terjun Bissapu di Kabupaten Bantaeng. Makassar: Universitas Hasanuddin.
Belgis, Luluk Nuril Aini. (2017). Mitos Dalam Ritual Pojhian Hodo di Padukuhan Pariopo Desa Bantal Kecamatan Asembagus Kabupaten Bondowoso. Jember : Universitas Jember.
Hasan, Mabsuthi Tutik. (2018). Tradisi Pojhian Hodo Dalam Prespektif Filsafat Nilai Max Scheler. Surabaya: Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya.
Ki Sugeng Subagya, Anggota Majelis Luhur Persatuan Tamansiswa. (2016). Pendidikan Berbasis Budaya Di Daerah Istimewa Yogyakarta: Pendidikan, Pembelajaran, Dan Budi Pekerti. In: Seminar Nasional PGSD Universitas PGRI Yogyakarta. Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R & D. Bandung: Alfabeta.
Lexy J. Meloeng, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2014), hal. 6
Ludfidianto, Moh. (2016). Studi Deskriptif Upacara Nyanggring di Desa Tlemang, Kecamatan Ngimbang Kabupaten Lamongan. Surabaya: Universitas Airlangga.
Mintzberg, Henry.dkk, 2003. The Strategy Process. Edisi Keempat. New Jersey: Upper Saddle River.
Soejono dan Abdurrahman, Metode Penelitian: Suatu Pemikiran dan Penerapan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2005), hal. 21
Wijayanto, Ismuhadi Heru, dkk. (2013). Pengembangan Potensi Pariwisata Dalam Perspektif Reinventing Government (Studi Di Dinas Kebudayaan Dan Pariwisata Kabupaten Lamongan). Jurnal Administrasi Publik, 1(6),1168-1173.
Yani, Aprilia Indah. (2017). Makna Ritual Mendhak Nyanggring (Studi Deskriptif Kualitatif Di Desa Tlemang Kecamatan Ngimbang Kabupaten Lamongan). Madura : Universitas Trunojoyo.