Jejak Syiar Islam Kiai Mastur di Langgar Dhuwur Lamongan
Lamongan – Namanya Langgar Panggung (Langgar Dhuwur) Yai Mastur. Dinamakan demikian karena bangunan musala yang terletak di Jalan Kyai Amin Kampung Kenduruhan, Kelurahan Sidokumpul Lamongan ini bentuknya berupa panggung.
Langgar Dhuwur ini dibangun oleh KH Mastur Asnawi atau yang lebih dikenal sebagai Mbah Yai Mastur. Itu kenapa nama Yai Mastur diabadikan jadi nama bangunan langgar.
Saat pertama kali dibangun hingga saat ini, Langgar Dhuwur merupakan tempat syiar aktivitas keagamaan masyarakat setempat. Langgar ini diperkirakan dibangun sekitar tahun 1919.
“Langgar Dhuwur ini didirikan oleh KH Mastur Asnawi dan usianya sudah lebih dari seabad,” kata Dzihan Zahriz Zaman, keturunan KH Mastur Asnawi saat berbincang dengan detikJatim.
“Langgar Dhuwur ini hingga kini masih kita pakai untuk kegiatan keagamaan, seperti ngaji dan lainnya, yaitu pada akar utama ketika masjid ini didirikan,” imbuhnya.
Meski demikian, tak ada catatan pasti kapan Langgar Dhuwur dibangun. Namun Zahriz memastikan usianya sudah lebih dari seabad. Hal ini didasarkan pada kepulangan Yai Mastur dari Madinah dan keberadaan Masjid Agung Lamongan.
“Kalau secara pasti dibangun tahun berapa saya belum tahu pasti, tapi yang jelas langgar Dhuwur ini dibangun sebelum Masjid Agung Lamongan berdiri, dibangun ketika beliau pulang dari berguru di Madinah,” ungkapnya.
Saat awal dibangun, tiang Langgar Duwur terbuat dari kayu, namun kini telah direnovasi atau diganti dengan cor beton. Keseluruhan bangunan, termasuk bentuk dan kayu yang ada di langgar atau surau ini juga masih dipertahankan hingga sekarang.
“Semuanya masih asli dan tetap kami pertahankan, kecuali tiang penyangga yang kami ganti dengan cor semen,” terang Zahriz.
Bangunan Langgar Dhuwur ini memiliki luas sekitar 8 meter persegi dan cukup unik. Pasalnya, selain ditopang oleh penyangga panggung setinggi sekitar 2 meter, surau ini juga tidak memiliki pintu utama.
Akses masuk satu-satunya harus melalui tangga yang terbuat dari kayu yang ada di sisi lantai panggung sebelah selatan yang juga masih asli. Sedangkan bentuk atap bangunan ini juga memperlihatkan bangunan pada masanya, yaitu berbentuk atap limasan yang menutupi semua bagian langgar.
Menurut Zahriz, tujuan awal pendirian Langgar Dhuwur ini memang untuk majelis taklim dan syiar Islam.
“Bangunan ini sebenarnya dibangun sebagai bangunan majelis taklim yang didirikan oleh almarhum Mbah Yai Mastur Asnawi,” ungkap Zahriz.
Berdasarkan kisah sejarah yang ia dengar, Zahriz menyebut Yai Mastur Asnawi sengaja tidak mendirikan pesantren dan santri mukim. Ini agar masyarakat Lamongan bisa ikut ngaji di langgar panggung ini.
Sepanjang pengetahuannya, papar Zahriz, Langgar Dhuwur ini sudah pernah direnovasi sebanyak 3 kali. Pertama mengganti tiang penyangga panggung yang semula dari kayu diganti dengan cor semen agar langgar tetap bisa berfungsi dengan baik.
Renovasi selanjutnya adalah penambahan tegel di bawah langgar dan penambahan tempat wudu dengan tetap mempertahankan sumur yang juga dibangun berbarengan dengan langgar.
Dikatakan Zahriz, sosok KH Mastur Asnawi merupakan tokoh Lamongan yang punya kepedulian tinggi terhadap dunia pendidikan, termasuk juga mencetuskan pendidikan untuk kaum perempuan di masa kolonial.
Baca artikel detikjatim, “Jejak Syiar Islam Kiai Mastur di Langgar Dhuwur Lamongan” selengkapnya https://www.detik.com/jatim/budaya/d-6641399/jejak-syiar-islam-kiai-mastur-di-langgar-dhuwur-lamongan.
Download Apps Detikcom Sekarang https://apps.detik.com/detik/